Antara Sahabat dan Cinta
By: Anys_Vey X-E
“Van..Vanny…”, terdengar suara Acha memanggilku.“Ada apa sih Cha?”
“Ikut aku yuk ke kantin. Laper nih!”, ajak Acha.
“Aduh, tugasku belum selesai nih. Kamu duluan aja, nanti aku nyusul”, jawabku tanpa melihat ke arah Acha karena sibuk menulis.
“Ayo donk Van, nanti keburu bel lho”, paksa Acha.
“Yaudah deh”
Aku tak bisa menolak ajakan Acha, karena dia satu-satunya sahabatku yang paling baik. Kemanapun kita selalu bersama. Sejak aku SMP sampai sekarang akukelas 3 SMA, Acha tetap setia menjadi sahabatku. Aku sangat menyayanginya, terlebih setelah aku tau kalau Acha mengidap penyakit “tumor otak”. Kata dokter yang memeriksa Acha, makin lama penyakit mengerikan itu makin parah. Sungguh sulit ku percaya, aku tak siap jika harus kehilangan Acha.
Bel pulang sekolah berbunyi. Seperti biasa, setiap hari Sabtu Acha harus periksa ke dokter, dan aku selalu mengantarnya walau terkadang dia tidak mau, tapi aku selalu memaksa. Aku adalah orang pertama yang diberi tahu Acha mengenai penyakitnya. Dia berpesan padaku agar tidak menceritakannya kepada siapapun, tapi bagaimanapun kedua orang Acha harus tahu. Acha termasuk orang yang tidak ingin merepotkan orang lain dalam masalahnya. Oleh karena itulah, awalnya dia tak ingin ada orang lain yang mengetahui penyakitnya, termasuk kedua orang tuanya.
***
Ada yang berubah dari Jay, dia tak lagi terlihat seperti anak kecil, sifatnya yang semakin dewasa berhasil menarik perhatianku. Tiap kali bertemu dia, aku selalu salah tingkah, jantungku berdebar-debar, dan ada perasaan aneh di hatiku. Entah rasa itu dari mana munculnya, yang jelas saat aku memandangnya seperti ada warna baru dalam hidupku. Hal yang membuatku tak percaya sekaligus bahagia, aku merasakan kalau dia juga sering memeperhatikanku.
“Cari buku ada Van?”, suara yang tak asing bagiku mengejutkanku. Ya, itu suara Jay.
“Eh Jay… hmm ini lagi cari buku tentang genetika”.
“Boleh aku bantu?”
“Iya”, jawabku lirih.
Kami berdua duduk di bangku pojokan dekat jendela. Hanya itulah bangku yang masih kosong di ruang perpustakaan ini. Sesekali aku melirik ke arah Jay, dia begitu tampan. Suasana perpus yang tenang membuat kami saling berdiam. Tanpa ku sadari ternyata Jay juga memperhatikanku. Saat ku menoleh ke arahnya, dia hanya tersenyum.
Hari-hari berlalu, semakin dekat saja aku dengan Jay. Hingga suatu hari Jay mengajakku ke suatu tempat. Tempat yang tenang, damai, dan suasananya yang menyejukkan mata. Tapi sebenarnya bukan itu yang membuatku nyaman, kehadiran Jay lah yang membuatku seakan-akan terbang bersama ribuan kupu-kupu mengarungi jutaan bunga-bunga yang indah. Setelah sekian lama saling terdiam, Jay akhirnya berbicara juga. Tanpa ragu dia menyatakan perasaannya padaku, perasaan yang sama denganku. Betapa bahagianya hatiku saat itu, sampai-sampai sulit diungkapkan dengan kata-kata. Akupun membalas cinta Jay, dan akhirnya kita jadian.
Suatu hari Acha bertemu dengan Jay. Aku melihat kebahagiaan di mata Acha saat melihat Jay. Dia memintaku untuk mengenalkannya pada Jay. Setahu Acha hubunganku dengan Jay hanya sebatas teman biasa, dia tidak tahu kalau aku dan Jay pacaran. Aku memang tidak penah cerita pada Acha tentang kedekatanku dengan Jay. Akupun menuruti permintaan Acha. Semenjak Acha kenal Jay, aku melihat ada semangat baru dalam hidupnya. Dari hari ke hari Acha dan Jay semakin terlihat akrab. Bahkan dia pernah bilang kalau dia menaruh hati pada Jay. Aku hanya diam mendengar itu.
Aku menceritakan semua tentang Acha pada Jay, termasuk juga tentang penyakitnya. Aku meminta Jay untuk lebih perhatian pada Acha, karena Jay lah satu-satunya harapan Acha agar dia bisa sembuh. Aku ingin melihat sahabatku bahagia bersama orang yang dia cintai di sisa umurnya. Awalnya Jay menolak, tapi aku terus memaksanya.
Perhatian Jay terhadap Acha hanya sebatas rasa kasihan, bukan tulus dari hati. Namun Acha salah mengartikannya. Dia pikir Jay menyukainya, padahal Jay hanya mencintaiku. Kini Jay dan Acha sering jalan bersama, yang pasti Acha lah yang mengajaknya. Akupun menyadari dan bisa mengerti keadaan ini. Meski demikian, hati siapa yang kan rela jika melihat kekasihnya bersama gadis lain, meski gadis itu sahabatku sendiri.
“Aku yang memintamu mendekati Acha, dan kamu berhasil sayang. Aku nggak tau gimana hubungan kita. Jujur, saat kamu bersamanya, hati ini menangis. Tapi aku nggak boleh cemburu dengan sahabatku sendiri”.
“Apa maksudmu?”.
“Acha sahabat terbaikku. Aku nggak ingin dia nanti sakit hati. Aku mohon, sayangi dia seperti kamu menyayangiku”.
“Kamu ini ngomong apa sih Van. Aku tu cuma sayang dan cinta ma kamu, bukan Acha. Aku dekat dengan dia, itu juga karena kamu, bukan keinginanku. Aku juga takut kalo nanti dia tau kita ini pacaran. Tapi bukan berarti aku harus nglepasin kamu”, jelas Jay.
“Demi sahabatku apapun akan ku lakukan”.
“Walaupun harus mengorbankan cinta dan perasaanmu?”, Tanya Jay.
“Ya…”, jawabku lirih.
“Tapi aku nggak mau kehilangan kamu Van, kamu adalah cinta pertamaku”.
“Jangan pake’ emosi Jay, aku Cuma nggak mau sahabatku terlika. Aku ingin di sisa hidupnya ini dia bahagia. Apalagi semenjak dia mengenalmu, dia punya semangat hidup baru”.
“Jika itu memang maumu, baiklah. Asal kamu tau, di hatiku hanya ada kamu Van. Aku melakukan ini juga kamu yang memintanya”.
Setiap kali aku melihat Jay jalan dengan Acha, hatiku sakit sekali. Aku tak boleh egois, aku pasti bisa melewati semua ini. Di depan Acha, aku berusaha untuk tersenyum.
Suatu hari Acha datang ke rumah ku. Dia hendak memiinjam buku ku. Langsung saja aku mengajaknya masuk ke kamarku. Sementara dia sibuk mencari buku itu, aku keluar kamar untuk membuatkan dia minum. Tanpa sepengetahuanku dia menemukan diary ku yang berada ditumpukkan buku-buku pelajaran. Dia membacanya dan mengetahui semua tentang hubunganku dengan Jay yang ku tulis dalam diary itu. Spontan dia marah dan langsung keluar dari kamarku tanpa mempedulikan aku yang sedang membawa minum untuknya. Sejak itu Acha menjadi pemurung dan selalu menghindar dariku. Dia sangat marah dan benci padaku.
***
Sebelum Acha menghembuskan nafas terakhir, dia berkata padaku dan Jay.
“Vanny, Jay… Maafin aku karena selama ini mengganggu hubungan kalian. Mengapa kalian tidak mengatakan yang sebenarnya?”, ucap Acha.
“Sudahlah Cha, jangan ngomong seperti itu. Kamu sama sekali nggak salah kok.” jawabku.
“Maafin aku Van. Kamu memang sahabatku yang terbaik. Aku ingin kalian bersatu kembali dan jagalah cinta kalian. Selamat tinggal Van...Jay…..”
Saat itu Acha menghembuskan nafas terakhirnya. Aku tak menyangka dia kan pergi secepat ini.
Beberapa waktu setelah kepergian Acha, hubunganku dengan Jay menyatu kembali. Kita selalu bersama, walau terkadang bayang-bayang wajah Acha masih terlintas di benakku. Aku berjanji Cha, aku akan menjaga cinta ini. Semoga kau tenang di alam sana.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar